JAKARTA (ANTARA) – Seluruh plaza tol baru di ibu kota baru (IKN) Nusantara akan menerapkan sistem transaksi contactless dan cashless atau Multi Lane Free Flow (MLFF), kata Badan Pengatur Jalan Tol (PPJD).

“Semua gardu tol baru (di IKN) akan menggunakan MLFF,” kata Presiden BPJT Danang Parikesit Senin di sebuah seminar tentang “Menggunakan keandalan data kepemilikan kendaraan elektronik untuk penegakan hukum dalam penegakan MLFF.”

BPJT di bawah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) telah mengusulkan kepada menteri untuk menggunakan sistem MLFF di jalan tol Balikpapan – Samarinda.

“Salah satu ruas yang sudah kami usulkan ke Menteri PUPR (untuk MLFF) adalah tol Balikpapan – Samarinda,” kata Parikesith.

Menurutnya, penerapan MLFF di beberapa plaza tol bertujuan untuk menyambut digitalisasi di IKN.

Sebelumnya, BPJT memilih enam gardu tol yang akan diuji dengan MLFF. Di antaranya adalah tol Jakarta-Sigambek, Tol Lingkar Dalam, Tol Lingkar Luar Jakarta (JORR), Tol Ulujami-Bondok Aren-Serbong, Bali-Mandara, dan Tol Balikpapan-Samarinda.

BPJT berencana memulai pengujian transisi MLFF mulai 1 Juni 2023 di plaza tol Bali.

Parikesid mengatakan, uji coba akan dilakukan secara bertahap dimana pada masa uji coba transisi, pengguna jalan tol dapat bertransaksi melalui sistem MLFF menggunakan aplikasi tanpa melalui gardu tol.

Meski demikian, gardu tol untuk transaksi reguler nontunai akan tetap berfungsi.

Dengan diterapkannya MLFF, diharapkan transaksi di gardu tol menjadi lebih cepat karena pengemudi tidak perlu berhenti untuk menyadap kartu e-cashnya, yang berarti antrean kendaraan di gerbang tol juga akan berkurang.

Selain itu, MLFF diharapkan dapat mengefisienkan biaya operasional pengumpulan tol.

Jalan Tol Bally Mandara dipilih sebagai lokasi pertama pengujian MLFF karena belum padat sehingga memudahkan operator untuk melakukan pengawasan.

Baca juga: Tol Solo-Yogyakarta-Kulonbrogo Ditargetkan Selesai 2024: Menteri
Berita Terkait: Tol Balikpapan-IKN Nusantara siap 2024-akhir: Widodo

Diterjemahkan oleh: Aji Chi, Kensu
Pengarang : Rahmat Nasushan
Hak Cipta © ANTARA 2023

Pemerintahan Biden mengatakan pada Minggu bahwa pihaknya mengadakan pembicaraan putaran kedua mengenai rencana keterlibatan Asia dengan topik-topik termasuk tenaga kerja, lingkungan, perdagangan digital, dan bantuan teknis. Prakarsa ekonomi yang disebut Kerangka Ekonomi Indo-Pasifik (IPEF), yang diluncurkan oleh Presiden Joe Biden Mei lalu, bertujuan untuk melawan upaya China untuk memperluas pengaruh ekonominya sendiri di kawasan tersebut.

Pembicaraan terbaru berlangsung 13-19 Maret di Bali, Kantor Perwakilan Dagang AS dan Departemen Perdagangan mengatakan dalam rilis bersama. Pertemuan tersebut adalah yang terbaru dari apa yang diungkapkan sebagai jadwal negosiasi “agresif” untuk sisa tahun 2023.

Menjelang pembicaraan, para pejabat AS membagikan teks negosiasi “Pilar I” tentang tenaga kerja, lingkungan, perdagangan digital, dan bantuan teknis. Rilis AS mengatakan mitra IPEF membahas teks tersebut dan melanjutkan pembicaraan tentang topik lain yang diangkat pada pertemuan sebelumnya di Brisbane dan New Delhi.

“USTR dan Commerce akan merilis detail lebih lanjut tentang putaran negosiasi berikutnya di kemudian hari,” kata rilis tersebut.

(Cerita ini tidak diedit oleh staf DevDiscourse dan dibuat secara otomatis dari umpan sindikasi.)

BANGKOK – Wakil Perdana Menteri Prawit Wongchuan akhir-akhir ini banyak dilirik dengan jins, sepatu kets, dan pakaian trendi.

Sebelumnya pada bulan Maret, pria berusia 77 tahun ini mengenakan jaket bertema naga dan harimau oranye berwarna merah muda yang dirancang oleh label mode Thailand Issue saat berjalan-jalan.

Sebelum itu, ia juga memamerkan pakaiannya yang bergaya, mengenakan jaket bomber Gucci hijau hutan dan, pada kesempatan lain, memakai benang Hugo Boss oranye dan ungu edisi terbatas.

Selain gugatan itu, mantan panglima angkatan darat yang pernah dikaitkan dengan kudeta militer sebelumnya itu juga mencap dirinya sebagai juru damai politik.

Dalam upaya untuk mempertahankan kekuasaan, Partai Palang Promosi (PPRP) yang dipimpinnya memposisikan diri sebagai partai yang mencari rekonsiliasi, ingin membangun kembali demokrasi dan mengakhiri politik yang terpolarisasi selama puluhan tahun di Thailand.

“PPRP akan membawa cinta dan persatuan bagi bangsa. Sudah waktunya untuk berhenti berkelahi di antara kita sendiri. Kita sebagai warga Thailand harus bergandengan tangan agar negara dapat maju demi kebahagiaan semua orang,” katanya pada rapat umum di Bangkok, Sabtu.

Pada tahun 2014, Perdana Menteri Prayuth Chan-o-cha berkuasa, menggulingkan pemerintahan terpilih Perdana Menteri Yingluck Shinawatra. PPRP muncul dalam pemilihan umum 2019, membantu Prayuth kembali sebagai perdana menteri sipil., ketika menominasikannya untuk jabatan Perdana Menteri.

Mr Prayuth dan Mr Prawit pernah menjadi sekutu dekat Menteri Dalam Negeri Anupong Bachinda. Semuanya adalah mantan panglima militer yang merupakan bagian dari rezim militer setelah kudeta tahun 2014. Trio yang kerap menyebut diri sebagai “saudara” itu dijuluki “Tiga B” oleh media setempat.

Tetapi aliansi itu berakhir pada Desember 2022 ketika Prayuth mengumumkan bahwa dia akan meninggalkan PPRP dan bergabung dengan partai baru Ruum Thai Sang Chart, yang katanya akan mendukung tujuannya untuk terpilih kembali.

Pada hari Jumat, Prayuth mengatakan dia telah menyiapkan perintah untuk membubarkan parlemen. Ini akan mulai berlaku setelah pemerintah menyetujui, membuka jalan untuk pemilihan umum, yang harus dilakukan dalam waktu 60 hari sejak perintah tersebut. Pemilihan diharapkan akan diadakan pada bulan Mei.

Pak Pravid akan menjadi calon PM PPRP. Dalam beberapa bulan terakhir, dia dan partainya telah berusaha untuk memutuskan hubungan dengan politik yang berhubungan dengan militer dan Prayuth, terutama melalui serangkaian postingan di Facebook.

“Surat terbuka” yang diterbitkan di halaman media sosial Mr Prewitt yang baru-baru ini aktif dikatakan sebagai pandangan pribadinya. Dalam masa jabatan yang panjang, dia memposisikan dirinya sebagai jembatan antara kubu liberal dan konservatif untuk mewujudkan rekonsiliasi dan menemukan titik temu.

Dalam salah satu suratnya, dia menulis, “Sekarang, saya memahami perlunya memimpin negara dengan pemerintahan yang demokratis.”

Ditanya oleh The Straits Times setelah rapat umum hari Sabtu apakah menurutnya pemerintah saat ini dianggap demokratis, dia berkata: “Biarkan orang memutuskan apakah mereka ingin perubahan.”